Kolom

Moderasi Beragama Gus Dur

PCINU Tunisia – “Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah bertanya apa agamamu.” – Gus Dur

Dari pikirannya yang jernih, tidak hanya menganggap al-Qur’an sebagai teks yang mati serta meneladani nabi Muhammad SAW. Nilai-nilai yang ia tanamkan menginspirasi warga lintas etnis dan agama.

Sebelum adanya program kementrian agama yakni moderasi beragama. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab disapa Gus Dur sudah hadir terlebih dahulu dengan pemikiran-pemikirannya.

Gus Dur merupakan substansi dari moderasi beragama itu sendiri. Untuk menjaga dan memperkokoh persatuan bangsa, prinsip moderasi beragama Gus Dur adalah mengajak masyarakat untuk selalu berbuat baik dan menghormati hak serta kewajiban manusia.

Dalam hubungan antar umat beragama, Gus Dur selalu berusaha memastikan bahwa setiap pemeluk agama apapun berhak mengekspresikan ritualnya sesuai dengan hukum yang berlaku di negera ini. Pada unsur tersebut, kita dapat membaca pemikiran, pendekatan dan respon Gus Dur terhadap isu-isu yang berkaitan dengan Konghucu.

Pada masa kepemimpinannya, Gus Dur juga mengakui Konghucu sebagai agama dengan terbitnya Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000. Selain itu, Gus Dur memberikan ruang bagi kelompok penganut agama Baha’i, dukungan kepada komunitas Ahmadiyah dan juga turut bersimpati kepada pengikut Syiah.

Sejatinya sikap Gus Dur terhadap pengikut Syiah, Ahmadiyah, Baha’i maupun Konghucu  semata-mata hanya dalam rangka menegakkan keadilan, memastikan hak-hak masyarakat terjaga, menciptakan keseimbangan, menciptakan hidup berdampingan serta saling menghormati.

Dengan kejadian diatas tadi, saya bisa menyebut Gus Dur sebagai seorang sufi besar. Sejarah mencatat kelompok sufi lah yang merupakan kelompok paling toleran terhadap siapa saja dan agama apa saja. Jangankan dengan manusia yang beragama, kepada selain manusia, hewan dan tumbuhan, para sufi juga berbuat baik. Begitu luasnya alam batin yang mereka miliki, sehingga rasa hormat kepada para penganut agama yang berbeda memberi kesan seolah-olah agama mereka sama.

Ketika membaca sikap Gus Dur terhadap interaksi di antara umat islam maupun antar agama, kita melihat bahwa Gus Dur sangat memahami ayat-ayat Tuhan dan pesan-pesan kenabian memberikan ruang toleransi yang sangat luas bagi kemanusiaan. Gus Dur juga memberikan kita pemahaman warisan kepada kita bahwasanya Islam itu bukan hanya persoalan ideologi, tetapi memberikan makna perdamain sedamai-damainya.

  Berbicara, berdiskusi, bersikap dalam moderasi beragama. Pemikiran dan cara bersikap Gus Dur lah yang telah memberikan isnpirasi kepada kita. Toleransi beragama dan humanisme dari seorang Gus Dur berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan yang bersumber dari nilai agama sebagai rahmat alam semesta dan tradisi pesantren tempat Gus Dur tumbuh.

Gus Dur sangat memprihatinkan pada rangkaian ajaran fiqh, tauhid serta akhlaq sering kali disempitkan oleh banyaknya masyarakat sehingga hanya menjadi sikap hidup dan kesusilaan belaka. Padahal, unsur-unsur itulah yang sangat besar dari konsep humanisme. Gus Dur juga meyakini dan memaknai Islam itu adalah damai dan misi Islam juga adalah sebagai rahmatan lil alamin.

Gus Dur mengungkapkan bahwa masalah mendasar dalam interaksi antar umat beragama adalah pengertian yang berkelanjutan. “Kita hanya akan mampu menjadi bangsa yang kukuh, kalau umat agama-agama yang berbeda dapat saling mengerti satu sama lain, bukan hanya saling menghormati. Yang diperlukan adalah rasa saling memiliki (sense of belonging), bukannya hanya saling bertenggang rasa satu terhadap yang lain.” ungkap Gus Dur.

Bagi Gus Dur, pesan semua agama hakikatnya sama yaitu pesan kemanusiaan. Semua agama mengajarkan tentang kemanusiaan, misalnya kasih sayang, persaudaraan, cinta, tolong menolong dan sebagainya. Tidak ada satu pun agama yang mengajarkan agar merusak alam, merusak persaudaraan, mengembangkan konflik sosial dan sebagainya.

Hal tersebut pun senada dengan pesan terakhirnya Nabi Muhammad SAW 15 abad yang lalu, “Wahai manusia! Sesungguhnya darahmu, kehormatanmu dan harta milikmu adalah mulia, sebagaimana mulianya hari ini, di bulan yang mulia ini, di negeri yang mulia ini. (Sehingga tak seorangpun boleh merenggut, melukai atau merampasnya)”.

“Ketahuilah, sesungguhnya segala tradisi jahiliyah mulai hari ini tidak berlaku lagi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara kemanusiaan yang tercela (seperti pembunuhan, dendam, dan lain-lain) yang telah terjadi di masa jahiliyah, semuanya salah, buruk dan tidak boleh berlaku lagi, untuk selama-lamanya”.

“Wahai manusia. Aku berwasiat kepada kalian, perlakukanlah perempuan dengan baik. Kalian sering memperlakukan mereka seperti tawanan. Ingatlah, Kalian tidak berhak memperlakukan mereka kecuali dengan baik”.

Pada akhirnya, konsep moderasi beragama Gus Dur dengan nilai luhur kemanusiaan yang selalu merawat pengertian dan kesetaraan antar manusia. Hal ini juga sejalan dengan visi yang digagas oleh kementrian agama yang selalu merajut kebudayaan, merawat persatuan, menhilangkan radikalisme serta ekstremisme pada umat beragama.

Moderasi agama akan menjadi salah satu gagasan kunci untuk merawat kebudayaan dan ideologi bangsa kita, sudah seharusnya kita menanam bibit-bibit rasa kemanusiaan itu sejak dini. Dan sebagai generasi pemuda, sudah seharusnya untuk selalu belajar dan membaca jagat raya agar terwujudnya pikiran jernih itu berhasil.

Mohammad Husnul Labieb, Mahasiswa Universitas Az-Zaitunah Tunisia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button