Kolom
Trending

Refleksi Kemerdekaan Bagi Generasi Muda Nahdlatul Ulama

PCINU Tunisia – Meski telah 78 tahun Indonesia merdeka dari kolonial. Bukan berarti, kita berhenti berjuang untuk meraih kemerdekaan pada era sekarang. Momentum kemerdekaan harus dipahami dengan baik.

Semua elemen masyarakat Indonesia patut mensyukuri atas nikmat kemerdekaan saat ini. Tidak perlu susah payah bahkan bersipu darah untuk terbebas dari belenggu kolonial, seperti yang dilakukan para pejuang dan ulama terdahulu.

Deretan ulama NU seperti Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, KH. A. Wahid Hasyim, KH. Masjkur, KH. Abdul Wahab Hasbullah dan lain-lain, mereka semua mempunyai peran penting dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan NKRI dari penjajahan.

Sekarang, kemerdekaan itu telah nyata di depan mata. Masyarakat Indonesia sudah memiliki negara yang sudah serba siap. Lalu, apakah generasi muda NU hanya diam dan menikmatinya saja?

Peran NU dalam Kemerdekaan RI

Sejarah mencatat bahwa, Nahdlatul Ulama (NU) menjadi bagian tidak terpisahkan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tahun 1926 merupakan tahun didirikannya NU, salah satu tujuannya yaitu untuk menjawab tantangan global imperialisme fisik konvensional yang dilakukan oleh penjajah di belahan dunia, termasuk Indonesia.

Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari sebagai pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama mempunyai cita-cita yang sangat besar dalam membentuk masyarakat Indonesia yang agamis, mengerjakan apa yang menjadi kemaslahatan, semangat perjuangan dan merdeka dari kolonial.

Pada saat itu, Hadratussyaikh selalu memperlihatkan sikap non kooperatif serta menolak kebijakan pemerintah kolonial. Atas sikap tersebut, berulang kali masuk keluar penjara. Hal ini memperlihatkan bahwa, semangat perjuangan untuk kebebasan atas perlakuan yang tidak berperikemanusiaan.

Ketika peristiwa 10 November pecah, Hadratussyaikh memimpin para ulama NU dalam menyampaikan fatwa berupa Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Resolusi Jihad menjadi bagian penting dari keberhasilan pertempuran 10 November yang paling dahsyat di Surabaya. Dicatat oleh Nur Khalik Ridwan dalam Ikhtisar Sejarah NU, tentara sekutu yang berjumlah 15 ribu melawan rakyat Indonesia dan kalangan pesantren. Mereka menggunakan senjata ala kadarnya, baik disita dari Jepang, bambu runcing dan disertai bacaan-bacaan hizib Nashr, hizib bahr dan lainnya.

Banyak peran lainnya yang diperlihatkan oleh Hadratussyaikh, diantaranya saat memberikan persetujuan terhadap usulan yang diajukan dalam persidangan BPUPKI dan PPKI. Selain itu, sejumlah pemimpin nasional juga sering meminta nasihat kepada Hadratussyaikh.

Kepemimpinan dan peran Hadratussyaikh dalam perjuangan kemerdekaan serta peran dalam masalah pendidikan telah diakui resmi oleh Negara dengan adanya anugrah gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1964.

Begitulah perjuangan ulama-ulama terdahulu. Mereka berjuang dengan fisik dan pengorbanan nyawa demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Berbeda dengan era sekarang, peperangan sudah tidak ada lagi.

Langkah Generasi Muda NU Menyambut Kemerdekaan RI ke-78

Generasi muda merupakan faktor sentral dalam suatu negara, merekalah yang akan mewarisi pembangunan negara yang berkelanjutan. Oleh karena itu, mereka harus menyadari pentingnya menjaga stabilitas negara di tengah keberagaman, bahkan melangkah lebih maju. 

Momentum kemerdekaan Indonesia tergantung bagaimana generasi muda memaknainya. Jika makna kemerdekaan diwujudkan dengan benar, adil dan makmur, maka harkat dan martabat bangsa Indonesia akan semakin baik. Namun sebaliknya, jika tidak dilakukan dengan baik, tentunya Indonesia seperti negara yang belum merdeka. 

Syekh Thahir Ibn Ashur mengatakan bahwa kemerdekaan atau kebebasan itu sangat penting untuk memenuhi hak-hak manusia (setara) demi menggapai tujuan Syari’at Islam. Karena dengan kebebasan, manusia dapat bebas mengekspresikan tingkah lakunya di segala sektor kehidupan.

Dalam buku Maqashid al-Syari’ah yang ditulis oleh Syekh Thahir Ibn Ashur terdapat 4 kebebasan (hurriyah) yang dikehendaki oleh Syari’at, diantaranya:

Pertama, hurriyyah ‘an al-‘ubudiyyah (terbebas dari perbudakan). Kedua, hurriyyah al-i’tiqad (kebebasan untuk berkeyakinan). Ketiga, hurriyyah al-aqwal (bebas berpendapat). Keempat, hurriyyah al-‘amal (bebas bekerja atau berwirausaha).

Era modern saat ini, banyak terjadi gaya baru semacam perbudakan. Walaupun memang istilah budak sudah dihapuskan. Kemudian, seseorang merdeka dalam artian bebas untuk memeluk agama lain, akan tetapi seseorang tidak diperbolehkan untuk mencela dan menghina agama lain.

Tentang kebebasan berpendapat, seseorang merdeka dalam kebebasan beropini, bersuara dan menyampaikan pendapatnya, akan tetapi dibatasi tidak boleh untuk mencaci-maki ajaran agama orang lain.

Seseorang merdeka dalam hal bebas bekerja ataupun berwirausaha, akan tetapi tidak dibenarkan jika pekerjaan seseorang tersebut eksploitasi alam secara berlebihan yang mengganggu ekosistem dan merusak sumber daya alam.

Hal-hal semacam inilah yang terus kita perjuangkan bagi generasi muda NU agar tidak merusak makna kemerdekaan. Karena sejatinya, kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dan kemerdekaan kita tidak boleh mengganggu kemerdekaan orang lain.

NU sebagai salah satu organisasi besar umat Islam turut memberi warna terhadap Islam yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, yaitu Islam yang moderat dan menghargai perbedaan.

Maka dari itu, generasi muda NU diharapkan menjadi tulang punggung peradaban bangsa dan agama, agar bukan hanya negara yang terjaga, namun juga agamanya. Seperti yang selalu digelorakan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari Hubbul Wathan Minal Iman, cinta tanah air bagian dari iman. Spirit kita adalah memerdekakan bangsa dalam segala aspek. Maka, ayo bahu membahu mencapai negara dengan status Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button