Kegiatan

Korelasi Konsep ‘Ashabiyah Ibnu Khaldun dengan Kosmopotilan dan Peradaban

PCINU Tunisia – Bumi ini sudah tua, tentu banyak peradaban yang telah ada di atas tanahnya yang luas. Jika dilihat dari sejarah, setiap bidang tanah di muka bumi tidak terlepas dari peninggalan peradaban, entah dari peninggalan berupa barang, maupun bekas wilayah dari suatu peradaban. Istilah peradaban berasal dari kata “adab” yang berarti sopan, berbudi pekerti, luhur, mulia, atau berakhlak, yang seluruhnya merujuk pada sifat yang tinggi dan mulia.

Menurut Ibnu Khaldun, peradaban adalah keahlian dalam bidang kelapangan dunia, memperbarui kondisinya, serta menemukan berbagai ciptaan yang mengagumkan, seperti temuan berbagai keahlian dalam membuat bangunan, tempat-tempat dan lain-lain. Semua hal ini adalah akibat dari perbuatan manusia yang berusaha untuk menjadikan peradaban mereka menjadi maju, makmur, dan tetap stabil.

Dalam Islam, kehadiran sosok Nabi Muhammad dan Al-Qur’an mempunyai peran yang sangat penting dalam peradaban Islam, maupun peradaban dunia. Pada awal sejarah peradaban Islam, Nabi Muhammad mentransmisikan dakwahnya atas dasar apa yang diwahyukan kepadanya, sehingga telah merubah orientasi cara berpikir masyarakat Arab yang kala itu sangat kabilahisme menjadi berpikir kosmopolit.

Namun, apa yang menyebabkan eksisnya suatu peradaban? Tentu tidak akan ada akibat jika tidak adanya sebab.

Seperti yang dikatakan Ibnu Khaldun dalam magnum opusnya Muqaddimah, bahwa ‘ashabiyah sangat menentukan kemenangan dan keberlangsungan hidup suatu negara, dinasti, ataupun kerajaan. Tanpa dibarengi ‘ashabiyah, maka keberlangsungan dan eksistensi suatu negara tersebut akan sulit terwujud, serta sebaliknya, negara tersebut berada dalam ancaman disintegrasi dan kehancuran, dalam hal ini peradaban suatu bangsa akan hilang.

Ibnu Khaldun menempatkan istilah ‘ashabiyah menjadi dua pengertian. Pengertian pertama bermakna positif dengan menunjuk konsep persaudaraan. Dalam teorinya juga menyebutkan bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri dan harus hidup dengan manusia lainya, sehingga saling tolong menolong.

Dalam sejarah peradaban Islam konsep ‘ashabiyah membentuk solidaritas sosial masyarakat Islam untuk saling berkolaborasi, mengesampingkan kepentingan pribadi, dan memenuhi kewajiban sesama manusia. Semangat ini kemudian mendorong terciptanya keselarasan sosial dan menjadi kekuatan yang sangat dahsyat dalam menopang kebangkitan dan kemajuan peradaban.

Kemudian heterogenitas masyarakat Arab yang terdiri dari banyak suku dilebur ke dalam suatu cita-cita dan mimpi besar yang kemudian menjelma menjadi sebuah gerakan peradaban yang jangkauannya melampaui batas teroteri dan batas etnis.

Pengertian kedua bermakna negatif yaitu menimbulkan kesetiaan dan fanatisme membuta yang tidak didasarkan pada aspek kebenaran. Konteks pengertian yang kedua inilah yang tidak dikehendaki dalam sistem Pemerintahan Islam. Karena akan mengaburkan nilai-nilai kebenaran yang diusul dalam prinsip-prinsip agama.

Adanya kontradiksi antara ‘ashabiyah dengan tabiat agresif manusia menyebabkan efek negatif dari konsep ini. Sifat agresif adalah suatu efek dari kekuatan hewani manusia, hal ini dikemukakan oleh Ibnu Khaldun :

فمن أخلاق البشر فيهم الظلم والعدوان بعض على بعض، فمن امتدت عينه إلى متاع أخيه، امتدت يده إلى أخذه إلا أن يصدّه وازع

“diantara akhlak manusia adalah ketidakadilan dan sikap agresif kepada sesama, maka siapa yang melihat harta saudaranya ia akan berusaha mengambilnya, kecuali ada penghalang yang menghalanginya.”

Hal di atas bermakna, manusia secara alami memiliki kecenderungan pada hal baik dan buruk secara bersamaan. Jika manusia cenderung condong kepada hal buruk, maka dia akan antusias terhadap suatu objek, tidak pandang bulu, dan berdedikasi dengan penuh semangat dengan tanpa syarat, pada akhirnya menimbulkan kekerasan. Inilah yang menjadi pemantik dari pertikaian, perpecahan, dan konflik di suatu peradaban.

Dalam sejarah Indonesia, ‘ashabiyah memunculkan rasa nasionalisme pada masa penjajahan. Misalnya, Sumpah Pemuda, yaitu sebuah gerakan pemuda dan pemudi Indonesia, bahwasanya mereka adalah saudara dan harus bersatu untuk melepaskan Indonesia dari belenggu penjajah. Tidak mungkin pemuda dan pemudi Indonesia akan berkumpul jika mereka tidak memiliki rasa persaudaraan yang kuat.

Dalam Kongres Pemuda I bertujuan untuk menyamakan persepsi antar berbagai organisasi kepemudaan di Indonesia sehingga terwujud dasar pokok lahirnya persatuan Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Namun, Kongres Pemuda I tidak membuahkan hasil setelah Muhammad Tabrani, sebagai ketua tidak sepakat dengan Mohammad Yamin terkait penggunaan istilah Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Menurutnya, kalau tanah air dan bangsa bernama Indonesia, maka bahasa juga harus disebut Bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa ‘ashabiyah mempengaruhi pemahaman kosmopolit pemuda pemudi Indonesia, yaitu adanya pemahaman satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa.

Walaupun Indonesia terdiri dari banyak suku, ‘ashabiyah melebur sifat kesukuan rakyat Indonesia ke dalam cita-cita yang sama, yaitu terbebas dari penjajahan, maka rakyat Indonesia harus bersatu dan berjuang untuk meraih kemerdekaan.

Setelah merdeka, rakyat Indonesia bersatu membangun peradaban Indonesia menjadi peradaban yang besar, maju, dan tidak terpecah belah. Walaupun suku-suku di Indonesia telah dilebur ke dalam satu negara, namun tidak menghilangkan sifat asli suku tersebut sehingga masyarakat Indonesia dapat hidup berdampingan antara tradisi dan kehidupan bernegara.

Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa antara ‘ashabiyah, kosmopolitan, dan peradaban mempunyai hubungan yang saling berkaitan.‘Ashabiyah akan membangkitkan persatuan suatu peradaban, dan peradaban adalah objek yang dibangun oleh manusia.

Maka, dengan ‘ashabiyah, peradaban akan maju dan menjadi peradaban yang besar. Dan tugas kita sebagai rakyat Indonesia adalah menjaga ‘ashabiyah (dalam arti positif) agar Indonesia tidak terpecah belah dan tidak dipecah belah. Wallahua’alam.

Hadi Wijaya, Mahasiswa Universitas Az-Zaitunah Tunisia

Related Articles

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button