Fakhruddin Al-Razi: Teori Multiverse Membantah Kaum Filosofis
![](https://www.pcinutunisia.co.id/wp-content/uploads/2025/01/WhatsApp-Image-2025-01-10-at-19.33.13_7c5cd736-780x470.jpg)
PCINU Tunisia – Pernahkah Anda membayangkan bahwa tubuh manusia adalah sebuah alam semesta kecil yang sarat akan keajaiban? atau bahwa di luar alam semesta yang kita kenal, mungkin terdapat realitas lain yang bahkan lebih megah? Fakhruddin Al-Razi, seorang ulama besar abad ke-12 yang kerap dianggap melampaui zamannya, mengajak kita menembus batas pemikiran normatif. Ia tidak hanya menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan tradisional, tetapi juga menantang para pembacanya untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan wahyu Ilahi.
Dalam Tafsir Al-Kabir , Al-Razi tidak hanya membahas keindahan dan kompleksitas ciptaan Allah dalam tubuh manusia, tetapi juga membuka wacana yang mengejutkan bagi banyak orang pada masanya: kemungkinan adanya “multiverse” atau alam-alam lain yang tak terjangkau oleh imajinasi kita. Pandangan ini, meskipun terdengar futuristik bagi abad ke-12, kini selaras dengan gagasan modern tentang multiverse yang menjadi topik ilmiah di abad ke-21.
Pendekatan Al-Razi memantik kekaguman sekaligus kontroversi. Di satu sisi, ia dipuji karena keberaniannya menafsirkan wahyu dengan merangkul ilmu pengetahuan. Di sisi lain, ia dikritik karena melampaui batas-batas tradisi tafsir konvensional. Dengan caranya yang unik, Al-Razi menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak hanya relevan sebagai kitab suci, tetapi juga sebagai sumber inspirasi ilmiah yang tak lekang oleh waktu.
Muhammad bin ‘Umar bin Husain bin Hasan bin ‘Ali yang dikenal Fakhruddin Al-Razi, merupakan seorang ulama Syafi’iyyah dan Asy’ariyyah yang lahir pada tahun 544 H/1149 M di kota Ray, Iran. Beliau dikenal sebagai pengarang kitab tafsir monumental Tafsir Al-Kabir atau Mafatihul Al-Ghayb . Beliau memiliki metode yang sangat berbeda dari para mufassir lainnya pada zamannya, terutama dalam pendekatan ilmiah yang beliau gunakan saat menafsirkan Al-Qur’an. Beliau memperhatikan aspek-aspek sains, sebuah pendekatan yang pada masanya masih jarang dilakukan oleh mufassir lain.
Hal ini terlihat jelas dalam metode penafsirannya pada surah Al-Fatihah ayat kedua. Beliau menafsirkan lahfadz “الحمد لله” dengan membuat kita berpikir lebih dalam tentang makna bersyukur kepada tuhan. Beliau mengatakan bahwa pujian hanya terjadi atas nikmat. Sedangkan pujian atas nikmat tidak akan mungkin terjadi kecuali setelah mengetahui nikmat tersebut.
Beliau memberikan contoh dengan mengajak kita untuk merenungkan dan memperhatikan tubuh kita sendiri. Tuhan telah memberikan kenikmatan pada setiap bagian tubuh manusia. Tubuh manusia adalah anugerah yang luar biasa. Para ahli anatomi telah menemukan ribuan jenis manfaat dalam tubuh manusia yang diciptakan Allah. Apalagi diketahui masih banyak aspek dalam tubuh manusia yang belum dan belum terungkap.
Melalui contoh ini, Beliau menyadarkan kita bahwa terdapat banyak sekali nikmat dalam Tubuh Manusia yang telah Allah berikan kepada kita, bahkan setiap fenomena alam memiliki fungsi dan manfaat yang diatur oleh Allah dengan penuh hikmah. Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan yang baik, termasuk di dalamnya alam semesta dan semua isinya.
Ketika kita telah memahami betapa besar nikmat yang telah Allah berikan, kita akan menyadari bahwa pujian dan syukur kepada-Nya meliputi ribuan atau bahkan jutaan hal yang berbeda. Setiap aspek kehidupan dan alam semesta adalah bukti kebesaran dan kebijaksanaan Allah. Di dalam tafsirnya beliau menyadarkan kita bahwa terdapat banyak sekali nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Allah berfirman dalam Al-Quran: “Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan bisa menghitungnya.” (Surah Ibrahim: 34).
Selanjutnya, beliau menekankan bahwa untuk memahami makna lahfadz “رب” dan “العالمين” diperlukan pemahaman yang mendalam tentang keduanya, karena lahfadz “رب العالمين” merupakan susunan idhofah, sehingga mustahil memahami bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam sebelum mengetahui makna Rabb dan semesta alam.
Kata “Al-‘Alamin” mencakup segala sesuatu selain Allah, yang beliau membagi alam menjadi tiga jenis utama. Jenis pertama adalah sesuatu yang berbentuk fisik (المتحيزات), yaitu segala sesuatu yang memiliki dimensi dan keberadaan nyata di alam materi. Jenis ini meliputi dua kategori, yaitu zat tunggal (البسائط) dan zat tersusun (المركبات). Zat tunggal mencakup entitas sederhana yang tidak terdiri atas komponen yang lebih kecil, seperti langit, bintang-bintang, serta elemen-elemen dasar seperti tanah, air, api, dan udara. Sementara itu, zat tersusun adalah entitas yang terbentuk dari gabungan beberapa komponen, seperti benda mati, tumbuhan, dan hewan yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari.
Jenis kedua adalah sesuatu yang bersifat nonfisik (المفارقات). Ini mencakup entitas yang keberadaannya tidak terikat oleh ruang dan waktu serta tidak dapat dirasakan dengan pancaindra, seperti jiwa, akal, atau entitas-entitas metafisik lainnya yang berada di luar jangkauan material. Jenis ini menunjukkan dimensi realitas yang tak kasatmata tetapi tetap eksis sebagai bagian dari ciptaan Allah.
Jenis ketiga adalah sifat-sifat (الصفات), yaitu karakteristik atau kualitas yang melekat pada makhluk atau fenomena. Sifat-sifat ini tidak berdiri sendiri, tetapi eksis sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar, seperti sifat panas pada api, kesuburan pada tanah, atau keindahan pada bunga. Penjelasan ini menunjukkan, bahwa semesta alam mencakup dimensi fisik, nonfisik, dan sifat-sifat, yang semuanya merefleksikan keagungan ciptaan Allah Ta’ala.
Beliau menyatakan pemikirannya tentang kemungkinan adanya dunia lain (multiverse). Allah mampu menciptakan ribuan bahkan jutaan alam di luar alam ini, di mana setiap alam lebih besar dan lebih megah dari alam kita, serta mencakup unsur-unsur seperti Arsy, Kursi, langit, bumi, matahari, dan bulan. Ini menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Allah dalam menciptakan berbagai realitas.
Al-Razi juga mengkritik pandangan filosofis yang mengatakan bahwa hanya ada satu alam semesta. Menurutnya, pandangan ini memiliki dasar yang lemah dan tidak kuat, karena tidak memperhitungkan kemungkinan adanya realitas lain yang diciptakan oleh Allah. Beliau mengutip perkataan Abu al-Ala al-Ma’arri yang menyatakan bahwa rahmat Allah tidak terbatas jenisnya. Allah memegang kendali atas segala yang ada di alam semesta, termasuk planet yang berputar dan bintang-bintang yang bersinar. Manusia tidak memiliki kekuatan apa pun terhadap alam semesta ini. Ada begitu banyak aspek dalam alam semesta yang menakjubkan dan belum terungkap.
Pencarian tentang jenis-jenis fisik ini mencakup ribuan bahkan jutaan permasalahan. Jika seseorang mencoba untuk memahami semua hal ini, itu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan mungkin seumur hidup. Misalnya, jika seseorang ingin memahami semua jenis mineral yang terbentuk di dalam perut gunung berupa logam-logam mulia (الفِلِزَّات), batu-batu murni (َالْأَحْجَارِ الصَّافِيَةِ) , berbagai jenis sulfur (أَنْوَاعِ الكَبَارِيت), arsenik (الزَّرَانِيخ), dan garam, atau berbagai macam tanaman dengan bunga, buah, dan cahaya yang menakjubkan, atau ragam binatang mulai dari hewan ternak hingga hewan buas, burung, dan serangga, itu saja sudah membutuhkan waktu yang sangat lama. Bahkan jika seseorang berusaha seumur hidup, mereka mungkin tidak akan bisa memahami sepenuhnya semua keajaiban alam semesta ini.
Dalam karyanya Tafsir Al-Kabir/Mafatihul Ghoib ini, Al-Razi membahas konsep fundamental dalam Islam tentang Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara alam semesta, serta mengajak kita untuk berfikir tentang kebesaran dan kekuasaan-Nya dalam menciptakan realitas yang beragam. Semua ini adalah bagian dari rahmat Allah yang luar biasa, yang mencakup segala sesuatu yang ada di alam semesta. Allah adalah Penguasa Semesta yang Maha Mengetahui dan Maha Pemurah.
Penulis: Muhammad Fahad Azizi, Mahasiswa Universitas Az-Zaitunah Tunisia
Editor: Abbas Hamonangan Harahap