Perempuan Sebagai Pilar Utama Suatu Bangsa dan Negara
![](https://www.pcinutunisia.co.id/wp-content/uploads/2025/02/nucare-–-sehat_20250202_130830_0000-780x470.png)
“Perempuan adalah sinar yang memberi terang pada gelapnya jiwa. Jika ia baik, maka baiklah masyarakatnya. Jika ia rusak, maka retaklah peradaban.” Buya Hamka 1908 — 1981
PCINU Tunisia – Di bawah langit penuh doa dan asa, Perempuan berdiri sebagai tiang kokoh. Dari kelembutannya tumbuh sejuta keberanian, dari kasih sayangnya lahirlah sejuta kebenaran. Sejarah telah membuktikan, bahwa ketika perempuan dimuliakan, peradaban tumbuh dengan Megahnya. Namun, saat ia terabaikan, bangsa pun turut kehilangan arah. Sebab, dalam setiap langkahnya, terdapat jejak langkah yang tak hanya membangun hari ini, tetapi juga menggurat masa depan. perempuan adalah harmoni yang menyelaraskan melodi kehidupan. Ia ibarat akar yang mencengkeram bumi dengan kuat nan kokoh, sementara dahannya melindungi generasi dengan kasih sayang. Dari rahim Perempuan pula, lahirlah bangsa-bangsa besar, dan di bawah bimbingannya, peradaban tumbuh mencapai puncak kejayaan.
Di tengah gulungan zaman yang terus bergerak, perempuan berdiri sebagai jantung yang memompa kehidupan bagi bangsa dan negara. Bak puisi yang mengalir lembut, peran perempuan tidak hanya menjadi pelengkap, melainkan juga sebagai inti yang menjaga harmoni Peradaban. Mereka adalah matahari yang menerangi jalan, akar yang menghunjam bumi, dan langit yang menaungi impian. Dalam nadi mereka mengalir kekuatan membangun generasi, dan pada bahu mereka terpikul harapan untuk masa depan yang lebih baik. Mahatma Gandhi pernah berkata, “Jika Anda mendidik seorang laki-laki, Anda mendidik satu orang. Jika Anda mendidik seorang perempuan, Anda mendidik satu keluarga.”
Sejarah adalah saksi bisu bahwa perempuan selalu menjadi tiang kokoh dalam membangun kebangsaan. Di balik kejayaan Cleopatra hingga perjuangan R.A. Kartini, perempuan menunjukkan bahwa kelembutan mampu menaklukkan keangkuhan, dan kebijaksanaan mampu mengubah haluan sejarah. Sejarawan Herodotus pernah berkata, “Di tangan perempuanlah, lahirnya kebesaran sebuah negeri.” Peran perempuan tidak hanya ada dalam cerita, tetapi juga tertulis indah dalam tinta perjuangan dan revolusi. Di masa penjajahan, mereka menyuplai logistik, mengasuh generasi muda, dan menjadi mata-mata yang berani. Sejarah mencatat bahwa tanpa perempuan, perjuangan kemerdekaan akan kehilangan setengah kekuatannya.
Socrates pernah berujar bahwa “perempuan adalah pembawa kebijaksanaan pertama di rumah tangga,” sebuah pemikiran yang menunjukkan bahwa filsafat kehidupan bermula dari ruang terkecil, yakni keluarga. Di sana, perempuan menanamkan nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi moral suatu bangsa. Tanpa kebijaksanaan perempuan, peradaban hanyalah batu tanpa ukiran seni.
Perempuan adalah pusat jaringan sosial yang menghubungkan individu, komunitas, hingga bangsa. Sosiolog Émile Durkheim menggambarkan bahwa stabilitas masyarakat bergantung pada fungsi keluarga, di mana perempuan menjadi penjaga utama harmoni tersebut. Mereka tidak hanya mendidik anak, tetapi juga membangun empati, solidaritas, dan rasa kebangsaan yang murni nan luhur.
Artefak dan peninggalan purbakala menunjukkan bahwa perempuan telah menjadi pengatur kehidupan komunitas sejak zaman prasejarah. Dalam masyarakat matrilineal, seperti yang ditemukan di Minangkabau, perempuan adalah penjaga garis keturunan dan pewaris kebijaksanaan adat. Antropolog Margaret Mead menyatakan, “Di mana pun perempuan dihormati, di sana kebudayaan akan tumbuh subur.”
Dalam kitab suci berbagai agama, perempuan digambarkan sebagai perwujudan kasih sayang Tuhan. Islam memuliakan perempuan sebagai tiang agama, sedangkan dalam Hindu, Dewi Saraswati melambangkan pengetahuan yang abadi. Kristiani memuliakan Bunda Maria sebagai simbol cinta dan pengorbanan. Teologi mengajarkan bahwa keberadaan perempuan adalah anugerah ilahi yang menjembatani antara surga dan dunia.
Perempuan bukanlah sekadar sebagai pelengkap, melainkan penopang yang memelihara keberlanjutan bangsa dan negara. Sejarah, filsafat, sosiologi, arkeologi, antropologi, hingga teologi menyepakati bahwa perempuan adalah pilar utama dalam membangun peradaban. Seperti kata pujangga Kahlil Gibran, “Perempuan adalah jiwa dari kehidupan, dan kehidupan adalah pantulan keindahan mereka.” Dengan memuliakan perempuan, kita tidak hanya menjaga keseimbangan dunia, tetapi juga meletakkan dasar bagi masa depan yang penuh harapan.
Seperti kata R.A. Kartini, “Habis gelap terbitlah terang.” Perempuan adalah cahaya itu, pemandu yang mengarahkan bangsa menuju kemuliaan. Dengan memuliakan perempuan, kita menanam benih peradaban yang akan tumbuh kokoh dan lestari. Bangsa yang kuat, adalah bangsa yang menghormati dan memberdayakan perempuan sebagai porosnya.
Penulis: Dini Zainia Nafi, Mahasiswi S1 Universitas az-Zaitunah.
Editor: Nuril Najmi Kamilia S.