Kolom

Perempuan dan Ayat-Ayat Kemerdekaan: Tafsir Kebebasan dalam Suara yang Tak Terbungkam

Suara perempuan adalah gelombang yang menghantam karang tradisi, menyalakan lentera di lorong-lorong gelap peradaban. Dalam denyut sejarah, wahyu tidak pernah diam terhadap hakikat kebebasan. Ia hadir seperti hujan di tengah kemarau, menawarkan oase bagi yang dahaga akan sebuah keadilan. Ayat-ayat suci, meski diturunkan ribuan tahun silam, tetap bergema melintasi ruang dan waktu, menegaskan bahwa suara manusia, entah laki-laki maupun perempuan, adalah titah Ilahi yang harus dipelihara kedaulatannya.

Tulisan ini tidak sekadar menyingkap beberapa tafsir, tetapi juga menganyam kisah perempuan-perempuan yang dengan keberanian dan keteguhan, berani berdiri di atas landasan wahyu Tuhan, menyuarakan sebuah kebenaran. Melalui lensa para mufassir besar, mulai dari Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsir nya yang ternama Tafsir Al Kabir, hingga Muhammad Husain Adz-Dzahabi dalam Tafsir wal mufassirun, darinya lah kebebasan berekspresi perempuan terangkat menjadi sebuah teks dan pancaran universal yang memuliakan umat manusia.

“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.” _Pramodya Ananta Toer. Maka, adil pula bagi kita untuk mengakui bahwa suara perempuan bukan sekadar gema yang melemah di balik tembok patriarki, tetapi nyanyian yang membangun peradaban dari puing-puing kebisuan.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُون (النحل 97)

Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Al-Kabir menjelaskan bahwa ayat ini adalah deklarasi ilahi yang membebaskan perempuan dari jerat tradisi jahiliah yang menekan mereka. Hayah thayyibah (kehidupan yang baik), menurut nya, tentu mencakup kebebasan untuk mengekspresikan iman, gagasan, dan bakat tanpa hambatan suatu gender

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُۥ ۚ أُولَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُ ۖ وَأُولَـٰٓئِكَ هُمْ أُولُوا ٱلأَلَٰب (الزمر 18)

Ibnu Asyur menafsirkan ayat di atas sebagai seruan universal kepada manusia untuk menggunakan akal mereka dalam memilih jalan terbaik. Di dalamnya, Beliau menyoroti bahwa perempuan pun termasuk dalam seruan ini, karena akal tidak mengenal jenis kelamin. Fakhruddin Ar-Razi menambahkan dimensi filosofis bahwa kebebasan adalah syarat utama untuk mencapai kesempurnaan akhlak dan intelektual.

وَٱلمُؤمِنُونَ وَٱلمُؤمِنَٰتُ بَعضُهُم أَولِيَآءُ بَعضٍۚ يَأمُرُونَ بِٱلمَعرُوفِ وَيَنهَونَ عَنِ ٱلمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُٓۚ أُولَـٰٓئِكَ سَيَرحَمُهُمُ ٱللَّهُۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيم

Dalam konteks QS. At taubah 71 ini, Fakhruddin Ar-Razi menjelaskan bahwa perempuan yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah agen perubahan masyarakat. Muhammad Husain Adz-Dzahabi dalam Tafsir wal Mufassirun juga menekankan bahwa ayat ini membebaskan perempuan dari peran pasif, menjadikan mereka mitra sejajar laki-laki dalam membangun struktur sosial yang adil.

قَد سَمِعَ ٱللَّهُ قَولَ ٱلَّتِي تُجَٰدِلُكَ فِي زَوجِهَا وَتَشتَكِيٓ إِلَى ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ يَسمَعُ تَحَاوُرَكُمَآۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعُ بَصِير

Ibnu Asyur melihat ayat ini (Al Mujadilah: 1) sebagai deklarasi kebebasan perempuan untuk berbicara tentang ketidakadilan. Imam Thabari menegaskan bahwa pengakuan atas suara perempuan dalam ayat ini menunjukkan bahwa, wahyu melindungi hak mereka untuk mengungkapkan pendapat dan mencari keadilan.

Dalam setiap ayat yang telah ditafsirkan oleh para mufassir, terlihat jelas bahwa Islam mengakui dan menjunjung tinggi kebebasan berekspresi perempuan.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلنَٰكُم شُعُوبا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكرَمَكُم عِندَ ٱللَّهِ أَتقَىٰكُمۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِير

Al Hujurat ayat 31 ini cukup menarik Kesimpulan, bahwa Kemuliaan, takwa, dan kebebasan tidak terikat pada gender, melainkan pada nilai-nilai luhur yang dijunjung terhadap setiap individu. Izinkan suara perempuan mengalir seperti sungai yang tak terbendung, menghidupkan peradaban dengan kebijaksanaan dan kelembutannya. Karena dalam setiap kalimat darinya, terdapat gema ayat-ayat Tuhan yang berbicara kepada dunia.

penulis: Dini Zainia Nafi, Mahasiswi S1 Universitas az-Zaitunah.

Editor: Nurul Najma Kamila H.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button