Kolom

Manajemen Waktu dalam Surat al-‘Ashr

PCINU Tunisia – Waktu merupakan sekumpulan rangkaian saat kita melakukan kegiatan, proses, atau perbuatan. Waktu memiliki  sifat yang tidak akan berhenti atau terus berjalan. Saat waktu berjalan, tentu saja kita tidak bisa mengembalikannya dari awal. Oleh karena itu, pentingnya kita mengisi waktu kita dengan banyak kegiatan, dan itu dinamakan manajemen waktu.

Kenyatannya, sering kali seseorang akan terlena oleh waktu. Terlalu fokus kepada kegiatan yang kita kerjakan tanpa mengatur waktu, sehingga membuat kita “lupa waktu”. Kejadian ini membuat seseorang merasa kebingungan terhadap apa yang harus kita lakukan. Akhirnya, waktu dan jadwal kita semakin berantakan. Oleh karena itu, kita perlu untuk mengatur waktu kita seperti yang dijelaskan di Surat al-‘Ashr.

Surat al-‘Ashr merupakan sebuah surat dalam al-Qur’an yang banyak dihafal oleh kaum muslimin karena pendek dan mudah dihafal. Namun sayangnya, sangat sedikit kaum muslimin yang dapat memahaminya. Padahal, meskipun surat ini memiliki kandungan makna yang sangat dalam.

Menurut Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam kitabnya Tafsir al-Kabir menjelaskan, bahwa surat al-‘Ashr merupakan peringatan dari Allah kepada manusia tentang pentingnya waktu. Waktu adalah kepala harta. Banyak sekali manusia yang terus menerus dalam kerugian, yakni menyia-menyiakan waktu. Di dalam hadits juga, ada dua bentuk nikmat yang disebutkan oleh Rasulullah membuat manusia terlena hingga melupakannnya. Kedua nikmat tersebut adalah kondisi sehat dan waktu luang.

Pada ayat pertama dari Surat al-‘Ashr dimulai dengan sumpah Allah dengan masa, menurut Syekh Muhammad Abduh dalam tafsirnya, masa yang dimaksud adalah waktu yang terdapat di dalamnya gerakan manusia atau pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwasanya waktu merupakan hal yang sangat berharga. Ayat tersebut, Allah bersumpah dengan masa, artinya waktu merupakan hal yang sangat penting dan tidak dapat diulang. Sehingga setiap detik yang kita miliki tidak akan pernah kembali lagi.

Kita sebagai manusia harus memanfaatkan waktu yang kita miliki, manusia harus mengisi waktunya sebaik mungkin dengan hal-hal yang bernilai kebaikan. Terkadang kita tidak sadar terhadap waktu yang kita miliki, terlalu menfokuskan diri kita kepada hal-hal yang material atau fisik, padahal banyak sekali kegiatan keseharian kita yang bukan hanya tentang hal tersebut, seperti halnya mentadabburi alam semesta ini sehingga akan membuat keimanan kita semakin bertambah, atau lisan kita bergerak bersholawat Nabi Muhammad, dan masih banyak hal lain yang bernilai kebaikan untuk mengisi keseharian manusia.

Menindaklanjuti ayat pertama dengan pendapat yang berbeda, mengatakan bahwa yang dimaksud al-’Ashr adalah waktu terdahulu yang didalammnya diwajibkan untuk menunaikan waktu sholat ashar, karena sholat tersebut memiliki banyak keutamaan, salah satu keutamaannya adalah shalat yang dilakukan sore atau akhir siang. Ada yang mengatakan juga, bahwa yang dimaksud disini adalah waktu mengandung keajaiban. Di dalam waktu, terjadilah berbagai peristiwa, seperti sehat, sakit, kaya, dan miskin. Waktu juga merupakan tempat di mana manusia menjalani kehidupannya.

Ayat kedua yang berbunyi inna al-insāna lafī khusr, yang artinya “Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian” menurut At-Thabari dalam kitab tafsirnya menjelaskan, “Sesungguhnya Anak Adam (Manusia) berada di dalam kerusakan dan kekurangan.” Ia juga memaparkan hadits dari Sayyidina Ali, yakni “Ketika Sayyidina Ali membaca ayat ini, beliau menambahkan dengan lafadz wainnahu fīhi ilā akhiriddahr, yang artinya “Sesungguhnya manusia di dalam kerugian sampai akhir masa.

Sedangkan menurut menurut Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, ayat ini menjelaskan bahwa manusia pada umumnya berada dalam kerugian. Manusia yang menghabiskan dan menyia-nyiakan umurnya, sehingga setiap waktu yang berlalu digunakan umtuk hal-hal yang tidak bermanfaat, maka itu termasuk hal yang merugi, bahkan Imam Fakhruddin Ar-Razi memperjelas jika waktu manusia digunakan hal-hal yang mubah, maka itu juga dinamakan kerugian.

Quraish Shihab menambahkan, dalam kitab al-Misbah, halaman 585-586 menyatakan waktu adalah modal utama manusia, apabila tidak diisi dengan kegiatan yang positif, maka akan berlalu begitu saja. Waktu tersebut akan hilang dan ketika keuntungan yang diperoleh, modal pun telah hilang. Untuk itu, waktu harus dimanfaatkan, jika tidak dimanfaatkan maka akan rugi, bahkan kalaupun diisi tetapi dengan yang negatif, maka manusia pun diliputi kerugian.

Sementara itu, ayat yang ketiga, yakni yang berbunyi Illa al-lladzīna āmanū wa ‘amilu al-ṣālihāti wa tawāṣau bi al-haqqi wa tawāṣau bi al-abr memiliki beberapa bagian untuk mengartikannya, bagian pertama, Illa al-lladzīna āmanū wa ‘amilu al-ṣālihāti, Imam at-Thabari menjelaskan, orang beriman dan beramal saleh, yang dimaksud disini adalah orang-orang yang membenarkan Allah lagi mengesakan Allah, orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang beramal saleh, orang-orang yang melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah dengan tidak bermaksiat.

Sedangkan menurut Syekh Muhammad Abduh dalam tafsirnya, orang beriman yang dimaksud disini adalah orang yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dan ia menyebutkan semua perbuatan amal manusia ada balasannya, tentunya baik dibalas dengan baik, buruk dibalas dengan buruk. Artinya, seseorang yang beriman seharusnya mengetahui mana yang haq dan bathil, tidak mungkin orang yang beriman akan merugi, akan menyia-nyiakan waktu, karena dia mengetahui perbuatan itu akan ada madharatnya.

“semua perbuatan amal shalih pasti ada manfaatnya, dan semua perbuatan amal buruk pasti ada madharatnya”.

Kemudian, wa ‘amilus-shalihati, orang yang beramal shalih disini adalah orang-orang yang bertujuan agar kita bisa memberikan manfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan umat manusia secara umum, berarti disini Imam Muhammad Abduh menjabarkan kepada kita untuk memberikan kemanfaatan kepada orang lain, karena selain kita harus punya kepribadian yang sholih, juga harus punya kesosialan yang sholih, seperti yang dikatakan Nabi Muhammad “sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermanfaat baginya”.

Dan al-Haqqu yang dimaksud menurut Imam Muhammad Abduh “apa yang telah ditetapkan hukum yang sah (Qur’an dan Hadits). Imam Muhammad Abduh menambahkan, syarat untuk selamat dari kerugian adalah agar orang-orang yang mengenal kebenaran, mengamalkannya dalam hidup mereka, dan menanamkannya dalam hati mereka. Kebenaran disini harus diamalkan bagi setiap orang muslim. Kemudian, mereka saling mendorong untuk meyakini kebenaran-kebenaran yang tidak dapat dibantah oleh akal..

Dan al-abr yang dijelaskan Imam Muhammad Abduh adalah kekuatan seseorang untuk menahan kesulitan dalam melakukan perbuatan baik atau taat. Dijabarkan lagi olehnya, serta menahan rasa tidak suka akibat kehilangan kenikmatan. Kalimat ini yang perlu digaris bawahi oleh pemuda zaman sekarang, menahan rasa penyesalan akibat kehilangan kenikmatan. Sebagai contoh harta kita, harta-harta yang kita miliki sekarang yang notabenya kenikmatan sebentar, janganlah terlalu menyesal, kita perlu bersabar. Yang perlu kita renungi adalah kehilangan waktu kita sendiri.

Kesabaran juga berarti menanggung penderitaan ketika musibah datang, tanpa keluhan atau melampaui batas dalam upaya menghindarinya dari hukum dan syariat. Apapun yang kita alami sekarang, kita harus bersabar. Dan saling menasehati sesama saudara dalam kesabaran cobaan atau musibah yang kita timpa.

Syarat untuk selamat dari kerugian adalah dengan bersabar, Induk dari segala kebajikan adalah memberi nasehat kepada orang lain untuk bersabar, dan mendorong mereka untuk memperkuat diri dengan kebajikan mulia ini. Ia mengingatkan kepada kita “Anda tidak bisa mengajak orang lain untuk bersabar kecuali jika Anda sendiri sudah mempraktikkannya”.

Sabar memang sulit untuk dikerjakan pada realita kehidupan. Kenyataannya, kita tidak bisa berbicara tentang kesabaran, kalau kita masih belum bisa sabar sama orang lain dan diri sendiripun. Contoh kecil saja, di dunia ini tidak ada yang instan. Pemuda sekarang umumnya, segala keinginannya harus didapat dengan cara instan. Tidak ada rasa sabar sama sekali di dalam dirinya.

Kemudian Imam Muhammad Abduh menutup dengan kalimat “Surah Al-Ashr ini telah tercakup jelas dalam ungkapannya Imam Syafi’i berkata, jika orang-orang merenungkan surah ini, maka akan cukup untuk mereka. Dapat dipahami dengan konteks, jika tidak ada yang diturunkan dari Al-Qur’an kecuali surah ini, maka itu sudah cukup untuk umat manusia.

Oleh karena itu, keutamaan yang terkandung dalam surah ini, mengingatkan kepada seseorang untuk memiliki kesalehan spiritual dan kesalehan sosial, yaitu dengan memanfaatkan waktu kita untuk beribadah dan mengajak satu sama lain dalam hal  kebaikan.

Teringat di dalam hadits Nabi Muhammad, diceritakan bahwa ada dua orang sahabat Rasulullah bertemu dan duduk satu majelis, mereka tidak akan berpisah hingga salah satu dari mereka membaca Surah al-‘Ashr kepada yang lainnya, kemudian barulah mereka berpisah. Muhammad Abduh juga menganjurkan kepada kita, agar selalu  mengingatkan temannya tentang apa yang seharusnya ia lakukan. Jika melihat sesuatu yang perlu diperbaiki, maka harus menegur dan mengingatkannya.

Muhammad Fardan Abid, Mahasiswa Universitas Az-Zaitunah Tunisia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button