Kegiatan

PCINU Tunisia Gelar Ijazah Kubro Tarekat Syadziliyah, Kembalikan Spirit Bathin dan Psikologis

PCINU Tunisia – Hubungan antara Nahdlatul Ulama dan tarekat adalah sebuah hubungan yang saling mendukung dan melengkapi. Tarekat, dalam konteks NU, bukanlah ajaran yang terpisah dari kehidupan sosial, melainkan bagian integral dari pembentukan karakter individu dan penguatan solidaritas dalam masyarakat. Dengan menggabungkan ajaran tarekat dan prinsip Ahlussunnah Wal Jamaah, NU berhasil membangun sebuah tradisi spiritual yang tidak hanya memperhatikan hubungan dengan Tuhan, tetapi juga dengan sesama manusia. Dalam praktiknya, tarekat menjadi jalan untuk memperbaiki diri, meningkatkan kualitas kehidupan sosial, dan menjaga perdamaian dalam masyarakat.

Maka, tarekat sufisme dalam kehidupan sosial bisa diibaratkan seperti sebuah jaringan tali yang saling terhubung. Setiap orang adalah tali yang berbeda, dengan kekuatan dan arah yang unik. Namun, tali-tali tersebut tetap terhubung dalam satu jaringan yang kuat, yang memberikan dukungan dan keseimbangan. Sufisme mengajarkan untuk saling menjaga hubungan antar sesama, menghargai perbedaan, dan berusaha untuk hidup dengan ketenangan dan keikhlasan dalam berinteraksi, seperti tali yang saling mendukung tanpa terputus.

Pada Sabtu, 18 Januari 2025,PCINU Tunisia gelar acara peringatan Harlah Nahdlatul Ulama ke-102 yang di dalamnya terdapat berbagai rangkaian acara pra-Harlah dan acara puncak Harlah Nahdlatul Ulama ke-102. Rangkaian acara dibuka dengan ziarah di makam Syeikh Muhammad Thahir bin Asyur kemudian acara dilanjutkan dengan Ijazah Kubro Tarekat Syadziliyah di Zawiyah Syadziliyyah.

Negara Tunisia dikenal sebagai pusat tarekat sufi terbesar di dunia, yaitu Tarekat Syadziliyyah. Nama tarekat ini diambil dari nama kawasan daerah dekat kota Tunis, yaitu Syadzulah. Di kawasan ini menjadi tempat Imam Abul Hasan al-Syadzili melakukan khalwat, bertahannuts untuk mendekatkan diri dan bermunajat kepada Allah SWT kurang lebih enam bulan.

Kegiatan ini dihadiri oleh kurang lebih 80 warga Nahdliyin di Tunisia dan dihadiri langsung oleh Dubes Indonesia untuk Tunisia, Bapak Zuhairi Misrawi yang juga akrab dikenal dengan sebutan Gus Mis oleh para Mahasiswa Indonesia di Tunisia.

Acara dimulai dari sehabis shubuh waktu setempat, para warga Nahdliyyin berjalan berombongan menuju Zawiyah Syadzilliyah, yaitu tempat Imam Abul Hasan al-Syadzili melakukan khalwat. Sampai di sana kami mengikuti zikir-zikir dan membaca hizib-hizib yang dipimpin langsung oleh syeikh. Ruangan di sana sesak dengan alunan zikir dan hizib-hizib dan penuh dengan kekhusyukan oleh para pengikut tarekat.

Setelah berzikir dan membaca hizib, para warga Nahdliyyin Tunisia diberikan ijazah untuk mengamalkan amalan tarekat ini di kehidupan sehari-hari. Bagi masyarakat Nahdlatul Ulama tarekat adalah salah satu instrumen penting dalam kehidupan sehari-sehari. Tarekat akrab dengan hubungan spiritual seorang Nahdliyyin.

Salah satu manfaat utama dari tarekat adalah memberikan ketenangan batin. Melalui dzikir, tafakur, dan kontemplasi yang dilakukan secara rutin, seseorang dapat meredakan kecemasan dan kekhawatiran. Praktik ini membantu membersihkan hati dari rasa gelisah dan stres yang seringkali muncul akibat tuntutan kehidupan modern. Dengan ketenangan batin, seseorang lebih mampu menghadapi tantangan hidup dengan sikap yang lebih tenang dan sabar.

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Duta Besar Indonesia untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi “Tarekat ini penting jika kita dihadapi oleh berbagai masalah dalam kehidupan, karena hidup itu adalah seni dalam menyelesaikan masalah, kerap kita akan dihadapi oleh masalah ketika kita sedang susah dan masalah juga akan datang ketika kita sudah merasakan kesuksesan. Dengan bertarekat kita bisa merespon dan menyelesaikan masalah dengan semestinya.” Ujarnya.

Hal ini sangat berbanding lurus dengan realita kehidupan sehari-sehari, khususnya dalam kehidupan urban yang semakin ‘kekinian’. Masyarakat urban, yang ditandai dengan kehidupan yang cepat, penuh tekanan, dan sering kali dipenuhi dengan kompleksitas masalah, baik dalam pekerjaan, hubungan sosial, maupun tuntutan finansial, hal ini memerlukan solusi untuk menjaga keseimbangan emosional, mental, dan spiritual.

Kemudian kami beranjak untuk menjajaki tempat khalwat Imam Abul Hassan al-Syadzili selama kurang lebih enam bulan sebelum akhirnya menyebarkan ajaran sufisme ke seluruh penjuru dunia. Tempat itu tampak seperti goa kecil yang di ujungnya terdapat ruangan kecil yang cukup untuk dua sampai tiga orang untuk shalat. Beberapa orang masuk kedalam dan melaksanakan sholat sunnah di sana.

Bapak Zuhairi Misrawi sedikit memaparkan sejarah Imam Abu Hassan al-Syadzili dan menghimbau untuk mengambil teladan dari semasa hidup dan juga bersyukur karena telah ditempatkan langsung di salah satu pusat tarekat sufisme terbesar di dunia. Hal yang dapat diambil dari teladan hidup Imam Abu Hassan al-Syadzili tidak lain adalah dari sisi spiritual yang kuat, dan juga sisi sosial.

Selain memiliki kesalehan spiritual, Imam Abu Hassan al-Syadzili juga mempunyai kesalehan sosial yang luhur. Seperti di salah satu pemikiran yang kemudian terus diwariskan, dilanjutkan, dan dikembangkan oleh para murid-muridnya, Syeikh al-Mursi dan dibukukan oleh Syeikh Ibnu Atthailah as-Sakandari dan lain sebagainya, yaitu berusaha merespon apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual dengan urusan dunia yang mendera kehidupan masyarakat. Terma ini sebenarnya berkenaan dengan para pengikut tarekat Syadziliyah agar lebih mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Cara demikian memang penting untuk diupayakan guna memaksimalkan kinerja sosial.

Kemudian kami warga Nahdliyyin Tunisia melanjutkan dengan berziarah ke makam Imam Ibnu Arafah yang terletak tidak jauh dari zawiyah. Syeikh Ibnu Arafah adalah seorang mufassir sufistik salah satu mufti Tunisia dan pernah menjadi Imam di Jami Zaitunah, Tunisia. Kami memanjatkan do’a dan mengirimkan Surat al-Fatihah.

Menurut penulis, acara ini merupakan langkah untuk mengembalikan semangat bathin dan juga psikologis yang perlahan mulai memudar. Salah satu esensi dari rangkaian acara peringatan Hari Lahir Nahdlatul Ulama ini, adalah mengambil teladan yang baik dari apa yang telah dilakukan oleh para ulama-ulama, terkhusus ulama Tunisia, kemudian mempergunakannya untuk kemaslahatan umat.

Penulis: Hadi Wijaya, Mahasiswa S1 Universitas az-Zaitunah.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button